Rabu, 01 Maret 2017

SEJARAH PSS SLEMAN

SEJARAH PSS SLEMANImage result for LOGO PSS SLEMAN, BRIGATA CURVA SUD, SLEMANIA


Inilah Tim kebanggaan saya (PSS). Perserikatan Sepak bola Sleman (biasa disingkat PSS) merupakan sebuah tim sepak bola yang berbasis di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Tim yang didirikan pada 20 mei 1976 ini merupakan salah satu tim sepakbola yang disegani di Indonesia dan memiliki julukan sebagai tim Super Elang Jawa atau Super Elja. Tim ini juga sering disebut dengan julukan Laskar Sembada. Saat ini PSS bermain di Divisi Satu dalam sebuah kompetisi sepakbola Indonesia. Prestasi tertingginya dalam kompetisi Liga Indonesia adalah dua tahun berturut-turut menempati empat besar pada Divisi Utama Liga Indonesia 2003 dan Divisi Utama Liga Indonesia 2004 . Stadion utama mereka adalah Stadion Maguwoharjo , dan menggunakan Stadion Tridadi sebagai stadion kedua.
Perserikatan Sepakbola Sleman (PSS) lahir pada Kamis Kliwon tanggal 20 mei 1976 semasa periode kepemimpinan Bupati Drs. KRT. Suyoto Projosuyoto. Lima tokoh yang membidani kelahiran PSS adalah H. Suryo Saryono, Sugiarto SY, Subardi, Sudarsono KH, dan Hartadi. PSS didirikan pada awalnya hanya mereka senang dengan sepakbola. Dengan sepakbola mereka yakin akan menambah teman, meningkatkan persaudaraan dan tentu saja dengan sendirinya meningkatkan persatuan dan kesatuan masyarakat Kabupaten Sleman. Lahirnya PSS dilatar belakangi bahwa pada waktu itu di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) baru ada dua perserikatan yaitu PSIM Yogyakarta dan Persiba Bantul.
Keinginan masyarakat yang kuat di Kabupaten Sleman untuk memiliki perserikatan klub sepak bola akhirnya mulai terwujud dengan adanya informasi yang disampaikan oleh Komda PSSI DIY pada waktu itu (Prof. Dr. Sardjono) yang menyatakan bahwa syarat untuk membentuk perserikatan sepak bola minimal harus ada lima klub. Di Kabupaten Sleman pada waktu itu sudah ada lima klub yaitu PS Mlati, AMS Seyegan, PSK Kalasan, Godean Putra dan PSKS Sleman. Akhirnya, tepat pada tanggal 20 mei 1976, PSS dibentuk dengan Ketua Umum Gafar Anwar (seorang polisi).

Prestasi PSS Sleman :

Perserikatan

  • 1979 Divisi ll DIY
  • 1980 Divisi ll DIY peringkat ke-2
  • 1983 Divisi ll DIY Peringkat ke-1
  • 1985 Divisi ll DIY Peringkat ke-1
  • 1986 Divisi ll DIYPeringkat ke-1
  • 1986-1987 Divisi ll DIY Peringkat ke-1
  • 1987-1988 Divisi ll DIYPeringkat ke-1
  • 1989-1990 Divisi ll DIY Peringkat ke-1
  • 1990-1991 Divisi IIA Jateng DIY  Peringkat ke-6
  • 1991-1992 Divisi Ill DIY Peringkat ke-1
  • 1993-1994 Divisi II Nasional Delapan Besar (Juara Divisi ll DIY)
Liga Indonesia
  • 1994-1995 Divisi Dua Liga Indonesia 16 Besar Nasional
  • 1995-1996 Divisi Dua Liga Indonesia  Promosi ke Divisi Satu Liga Indonesia  (Playoff Divisi Satu Liga Indonesia )
  • 1996-1997 Divisi Dua Liga Indonesia  10 besar (Peringkat ke-3 Grup A)
  • 1997-1998 Divisi Dua Liga Indonesia - Kompetisi dihentikan
  • 1998-1999 Divisi Dua Liga Indonesia  Peringkat ke-4 Grup II
  • 1999-2000 Divisi Dua Liga Indonesia  Promosi ke Divisi Utama (Peringkat ke-2)
  • 2001 Divisi Utama Peringkat ke-10 Grup Timur
  • 2002 Divisi UtamaPeringkat ke-7 Grup Timur
  • 2003 Divisi UtamaPeringkat ke-4
  • 2004 Divisi Utama Peringkat ke-4
  • 2005 Divisi Utama Peringkat ke-7 Wilayah I
  • 2006 Divisi Utama - PSS tidak melanjutkan kompetisi karena adanya bencana gempa bumi di Yogyakarta dan sekitarnya
  • 2007 Divisi Utama Peringkat ke-12 Wilayah Barat
  • 2008-2009 Divisi Utama Peringkat ke-8 Wilayah Timur
  • 2009-2010 Divisi Utama Peringkat ke-10 Grup 3
  • 2010-2011 Divisi UtamaPeringkat ke-10 Grup 3
  • 2011-2012 Divisi Utama Peringkat ke-7 Grup 2
Piala Indonesia
  • 2005 Semifinalis
  • 2006 PSS tidak jadi berkompetisi karena adanya bencana gempa bumi di Yogyakarta dan sekitarnya
  • 2007 32 Besar
  • 2008-2009 52 Besar
  • 2012 40 Besar
Piala Soeratin
  • 2001 Peringkat ke-3
  • 2002 Peringkat ke-4
  • 2008 32 Besar

Sejarah Pendukung

-Slemania
 pengurus PSS dan beberapa tokoh suporter kemudian berinisiatif membentuk kelompok suporter sebagai langkah untuk menertibkan dan mengendalikan suporter PSS. Proses pembentukan dimulai dengan diadakannya rapat yang diselenggarakan pada 9 Desember 2000 di Griya Kedaulatan Rakyat yang diikuti oleh tokoh-tokoh suporter. Rapat tersebut akhirnya memutuskan digelarnya "Sayembara Nama Wadah Suporter PSS". Adapun ketentuan sayembara tersebut adalah bersifat terbuka, dengan syarat nama yang diusulkan mudah dikenal dan diingat, membangkitkan semangat, mampu mempersatukan semua pendukung PSS, dan maksimal terdiri dari dua suku kata.
Panitia sayembara diketuai oleh Ir.Trimurti Wahyu Wibowo, berlangsung dari tanggal 11-22 Desember 2000, dengan tempat pengumpulan hasil sayembara berada di kantor redaksi Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat. Panitia Sayembara bersama pengurus PSS yang nantinya akan menentukan nama yang dipilih.
Berbagai usulan nama datang dari masyarakat, diantaranya adalah Slemania, Slemanisti (Sleman Mania Sejati), Baladamania (Barisan Pecinta Laskar Sembada), Papesanda (Pasukan Pendukung Laskar Sembada), Lambada (Laskar Sleman Sembada), Patram (Pasukan Putra Merapi), Mapals (Masyarakat Pandemen Laskar Sembada), Korpels (Korps Pendukung Laskar Sembada), Pedati (Pendukung Laskar Sembada Sejati), Pansus (Pasukan Suporter Sleman Mania), Laksamana (Laskar Sleman Mania), dan Kalimasada (Keluarga Liga Sleman Sembada). Total terkumpul 1483 kartu pos, dan 196 surat yang mengikuti sayembara tersebut.
Dari sekian banyak peserta sayembara, sebanyak 103 peserta mengusulkan nama Slemania, yang kemudian pada tanggal 22 Desember 2000 dipilih oleh Panitia dan Pengurus PSS sebagai nama wadah suporter PSS Sleman. Pada malam itu juga dilakukan pembentukan pengurus dan deklarasi. Sementara undian bagi pemenang sayembara dilakukan pada tanggal 24 Desember 2000 di Stadion Tridadi, yang dimenangkan oleh Supribadi, warga Krapyak Kulon, Sewon, Bantul.
Secara kultural pengurus Slemania mengeluarkan beberapa slogan seperti “suporter edan tapi sopan”, dan “100 % Slemania anti anarkhi” sebagai identitas bagi anggota dan organisasi Slemania. Slogan-slogan tersebut kemudian diaplikasikan ke dalam lirik lagu yang biasa dinyanyikan di stadion, dan juga di kaos maupun atribut Slemania. Strategi semacam ini diyakini cukup manjur untuk membangun kebanggaan dan kesadaran anggota Slemania agar menjadi suporter yang anti anarki, sehingga meminimalisasi potensi anarki yang dimiliki anggotanya.Slemania juga membentuk Slemanona, sebuah wadah khusus yang digunakan untuk meningkatkan peran suporter perempuan baik secara kualitas dan kuantitas. Slemanona dideklarasikan pada tanggal 15 Maret 2003 di Stadion Mandala Krida. Nama Slemanona seperti halnya Slemania kemudian menjadi identitas personal yang melekat pada diri anggota-anggotanya.Secara struktur organisasi, Slemania masih mencari format dan struktur yang tepat. Setelah dideklarasikan, kepengurusan dibentuk dari sejumlah tokoh suporter di Sleman. Ketua Slemania yang pertama adalah Ir. Trimurti Wahyu Wibowo, dengan didampingi oleh Bintarto, Kuncoro, dan Topas Sumpono sebagai Wakil Ketua.Eksistensi Slemania telah mendapat pengakuan secara nasional. Hal ini dibuktikan dengan masuknya Slemania sebagai salah satu dari tiga nominator peraih penghargaan Suporter Favorit Sepakbola Award pada ANTV Sepakbola Award tahun 2003 bersama The Jakmania dan La Viola. Setahun kemudian Slemania kembali masuk nominasi bersama The Mac’z Man dan Viking, hingga akhirnya berhasil terpilih sebagai Suporter Favorit ANTV Sepakbola Award tahun 2004. Meski beberapa anggota Slemania tidak sepakat dengan penghargaan suporter favorit, namun bagaimanapun penghargaan tersebut memberikan tantangan dan tanggung jawab yang besar bagi semua elemen Slemania untuk terus menunjukkan perilaku, dan pikirannya agar sesuai dengan tujuan awal dibentuknya Slemania.







- Brigata Curva Sud
Jika selama ini Sleman identik dengan Slemania, yang pernah menjadi supporter terbaik di Indonesia, maka kemapanan itu mulai diusik dengan keberadaan BCS. BCS mulai menampakkan eksistensinya pada kompetisi Divisi Utama musim 2009/2010. Kelompok supporter berbaju hitam tersebut awalnya bukanlah kelompok yang besar, hanya terdiri dari beberapa puluh orang. Musim selanjutnya, sepertiga tribun kuning, yang kira-kira berkapasitas total 7.000 orang dipenuhi oleh supporter berbaju hitam. Musim 2011/2012 ini jumlah supporter berbaju hitam yang menyebut dirinya sebagai BCS semakin bertambah banyak. Pada pertandingan kandang terakhir musim 2011/2012 yang lalu, saat PSS melawan PPSM KN Magelang, seluruh tribun kuning dipenuhi oleh pasukan BCS. Semua yang ada di tribun kuning ikut berdiri dan bernyanyi sepanjang 2x 45 menit. Hal ini menghadirkan suasana mistis yang menggetarkan di stadion Maguwoharjo Sleman. Ciri yang paling khas adalah BCS selalu mengenakan kaos berwarna hitam dan memberlakukan wajib bersepatu ketika menyaksikan PSS bertanding. BCS berdiri dan bernyanyi selama 2 x 45 menit tanpa henti. Lagu-lagu (chants) yang dinyanyikan hampir semua adalah lagu baru yang belum pernah dinyanyikan oleh kelompok supporter lain di Indonesia. Ada satu lagu yang dijiplak dari lagu yang dinyanyikan oleh Curva Sud Milano (Suporter AC Milan) dan beberapa lagu berbahasa Inggris. Pada saat babak kedua akan dimulai, BCS akan melakukan koreo. Koreo ini merupakan kombinasi gerakan menggunakan kertas warna-warni dan membentuk pola tertentu. Koreo ini lazim dilakukan oleh supporter-suporter di Italia. Di Indonesia, banyak kelompok supporter melakukan gerakan koreo ini. Yang membedakan dari BCS adalah mereka berani menciptakan bentuk-bentuk yang sulit melalui koreo tersebut. Dan di akhir pertandingan, BCS selalu melakukan pyro show. Hal ini juga sudah banyak dilakukan oleh supporter sepakbola di Indonesia. Hanya saja aksi pyro show yang sedikit unik pernah dilakukan BCS pada musim 2010/2011 yang lalu kala menjamu Persebaya. Saat itu BCS menyalakan kembang api dan berjajar memanjang di sepanjang tribun selatan. BCS di dalam memberikan dukungan bagi PSS Sleman berusaha menghindari lagu-lagu yang berbau rasis atau ancaman secara verbal. Jika biasanya supporter sepakbola Indonesia sering mengintimidasi lawannya dengan lagu “dibunuh saja”, BCS tidak pernah menyanyikan lagu dengan kalimat seperti itu. Tidak pernah pula BCS menyanyikan lagu-lagu yang menghina supporter tim lain. Meskipun sempat terlibat perseteruan dengan kelompok supporter lain, BCS tidak pernah merendahkan nama supporter lain ketika memberikan dukungan bagi PSS. BCS tidak mengenal koalisi-koalisi-an. Siapapun supporter sepakbola, asal tidak membuat ulah adalah teman. Seandainya militansi tanpa kekerasan ala BCS ini bisa ditularkan ke seluruh Indonesia, saya pikir tidak perlu lagi ada korban selanjutnya yang jatuh hanya gara-gara berbeda kostum.






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar